Arsip Gambar Arsitektur Gereja Katedral Jakarta Tahun 1890

 

Antonius Dijkmans, SJ (Sarekat Jesuit) ditunjuk sebagai arsitek awal untuk pembangunan katedral baru di Jakarta (saat itu bernama kota Batavia), setelah bangunan lamanya runtuh pada tahun 1890.

Dijkmans disebut pernah mengikuti kursus arsitektur gereja di bawah bimbingan Eugène Viollet-le-Duc di Paris dan Eduard Cuypers di Belanda.

Pengaruh dari kedua tokoh ini menjelaskan mengapa Gereja Katedral Jakarta memiliki gaya Neo-Gotik yang kuat, berbeda dari gaya Neo-Klasik yang digunakan pada gereja sebelumnya.

Gambar Kerja Katedral Jakarta 1890 yang ditanda tangani oleh Dijkmans, SJ

Pastor Dijkmans merancang gereja bergaya Neo-Gotik dengan ciri khasnya adalah lengkung runcing, menara tinggi, dan kesan vertikal yang dominan.

Pastor Dijkmans merancang gereja ini dengan melakukan studi adaptasi terhadap iklim dan ketersediaan material lokal. Bangunan ini dirancang menggunakan batu bata merah tebal yang dilapisi plester sebagai pengganti batu alam berat. Struktur atap menggunakan kayu jati, serta rancangan bangunan yang mempertimbangkan kondisi iklim tropis.

Gereja ini memiliki Tiga Menara yaitu dua menara di depan dengan tinggi ±60 m dan satu menara di belakang setinggi ±45 m terletak di atas altar utama. Ketiga menara tersebut memiliki nama dan makna simbolik tersendiri.

Ontwerp eener R.K. Kerk te Batavia — Plaat VIII. Doorsnede over B.G. 1:100” atau “Desain Gereja Roma Katolik Batavia — Plate VIII. Section B–G, skala 1:100.”

Dalam gambar potongan arsitektur dan struktur diperlihatkan bagaimana beban atap dan dinding bagian atas disalurkan melalui lengkungan, kolom, dan penopang hingga ke pondasi. Elemen-elemen struktur bangunan ditampilkan dengan jelas. Dinding penahan beban digambarkan dengan arsiran hitam, menunjukkan bagian utama yang menopang keseluruhan bangunan.

Lengkungan dan kubah berfungsi menyalurkan beban atap ke kolom dan dinding, sedangkan penopang luar (buttress) serta lengkung runcing mencerminkan gaya khas Neo-Gotik. Rangka dan kuda-kuda atap memperlihatkan struktur kayu yang menutup ruang utama (nave), sementara tangga dan perbedaan lantai menunjukkan hubungan antara fungsi dan tata ruang.

Rancangan Dijkmans dianggap ambisius dan kuat secara teknis; bahkan insinyur kolonial (genie, insinyur teknik/militer) menilai bangunan ini “terlalu kuat” bila dibandingkan dengan material dan sistem strukturnya. Meskipun katedral bergaya Neo-Gotik di Eropa umumnya menggunakan batu, Katedral Jakarta menampilkan adaptasi cerdas terhadap material lokal (bata, kayu, besi) yang menunjukkan perpaduan antara gaya dan fungsionalitas.

Gambar arsitektur pilar interior

Hingga kini, katedral ini berdiri sebagai bangunan warisan bersejarah, telah mengalami beberapa tahap restorasi besar (terutama antara 1988–2002), dan tetap menjadi simbol penting sejarah religius serta arsitektural di Jakarta.

*) Semua gambar milik KADOC KU Leuven. Tidak boleh digandakan untuk keperluan komersil.


Rangkaian Studi Arsip Bangunan Bersejarah Indonesia di KADOC KU Leuven Belgia

Herwin Gunawan Architecture Building Physics Science

Architectural Building Physics Science: Acoustic Lighting Thermal Energy Air Quality Engineering Design Consultant - Green and Health Built Environment

https://herwingunawan.work
Previous
Previous

Sejarah Desain Pencahayaan Alam pada Arsitektur Gereja

Next
Next

Keruntuhan dan Pembangunan Kembali Gereja Katedral Jakarta 1890